Autis berasal dari kata “Autos” yang berarti sendiri.
Yang berarti penyandang autis seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah
autis baru ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943, meskipun kelainan ini
sudah ada sejak berabad-abad yang lampau.[1]
Sejak pertama kali diketahui, gangguan autis telah memiliki
aura yang agak mistis. Sindrom tersebut diidentifikasi pada tahun 1943 oleh
seorang pskiater di Harvard, Leo Kanner yang suatu saat dalam pelaksanaan
pekerjaan klinisnya mengamati bahwa sebelas anak yang mengalami gangguan,
menunjukkan perilaku yang tidak ditemukan pada anak-anak dengan retardasi
mental atau schizophrenia. Ia menamai sindrom tersebut dengan
autisme infantil dini karena ia mengamati bahwa “sejak awal terdapat
kesendirian autis ekstrim yang kapanpun memungkinkan tidak memperdulikan,
mengabaikan, menutup diri dari segala hal yang berasal dari luar dirinya”.[2]
Anak yang menderita autis bila tidak ditangani sedini
mungkin maka ia akan semakin tertinggal dalam hal perkembangannya dengan
anak-anak normal yang sebayanya, dan akan semakin termarginalkan dari
orang-orang disekitarnya karena yang terjadi adalah, penyandang autis
mengacuhkan suara, penglihatan, maupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada
reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada
reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak
sosial, baik pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak
sebayanya dan sebagainya, bahkan apabila orang yang baru pertama kali bertemu
dengan anak dengan gangguan ini, pasti mengira kalau anak ini menderita
tunarungu.
Pada awalnya kanner menganggap bahwa autis merupakan bentuk
schizophrenia pada orang dewasa dengan onset dini, namun bukti yang ada
mengindikasikan bahwa schizophrenia dengan onset kanak-kanak dan autisme
merupakan dua gangguan yang berbeda. Meskipun keduanya sama-sama menarik diri
dari kehidupan sosialnya, dan menciptakan dunia fantasinya sendiri, seperti
menangis, tertawa, marah dan sebagainya, namun anak-anak autis tidak mengalami
halusinasi dan delusi.[3]
Schizophrenia disebabkan oleh proses
regresi karena penyakit jiwa, sedangkan autisme infantil disebabkan
karena kegagalan perkembangan.[4]
[1]
Y.Handojo. Loc.cit Hal.12
[2]
Gerald C Davison, John M Neale, Ann M Kring. Op.cit Hal.717
[3]
Gerald C Davison, John M Neale, Ann M Kring. Ibid Hal.18
[4]
DS.Prasetyono. Op.cit Hal.15